Nama : Riana
Asrifah
Nim :
11413244012
Prodi :
Pendidikan Sosiologi (B)
Resume Bab 2 Proses Sosialisasi R. Diniarti F. Soe’oed
PROSES
SOSIALISASI
Sosialisasi
merupakan proses transmisi kebudayaan antargenerasi, karena tanpa sosialisasi
masyarakat tidak dapat bertahan melebihi satu generasi. Syarat penting untuk
berlangsungnya proses sosialisasi adalah interaksi sosial, karena tanpa
interaksi sosial sosialisasi tidak mungkin berlangsung. Sosialisasai dapat kita
simpulkan bahwa melalui peroses sosilisasi individu di harapkan dapat berperan
sesuai dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Oleh karena
itu barulah kita mengetahui betapa pentingnya sosialisasi itu dalam
keberlangsungannya suatu masyarakat. Sosialisasi dialami oleh individu sebagai
makhluk sosial sepanjang kehidupan sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia.
Karena interaksi merupakan kunci berlangsungnya peroses sosialisasi maka
diperlukan agen sosilisasi, yakni orang-orang di sekitar individu tersebut yang
mentransmisikan nilai-nilai tersebut atau norma-norma tertentu, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Agen sosialisasi ini merupakan significant others
(orang yang paling dekat) dengan individu, seperti orangtua, kakak-adik,
saudara teman sebaya, guru atau instruktur dan lain sebagainya. Sosialisasi
bias berlangsung secara tatap muka, tapi bias juga dilakukan dalam jarak
tertentu melalui sarana media, atau surat-menyurat, bias berlangsung secara
formal maupun informal, baik sengaja maupun tidak sengaja. Sosialisasi dapat
dilakukan demi kepentingan orang yang disosialisasikan ataupun orang yang
melakukan sosialisasi, sehingga kedua kepentingan tersebut bisa sepadan ataupun
bertentangan.
A.
Sosialisasi sebagai suatu peroses
Individu
dari yang tadinya hanya sebagai makhluk biologi melalui peroses sosialisasi,
belajar tentang nilai, norma, bahasa, symbol, keterampilan, dan sebagainya
untuk diterima dalam masyarakat dimana ia berada. Untuk menjadi anggota
masyarakat yang ‘normal’ atau diterima di dalam masyarakat diperlukan kemampuan
untuk menilai secara objektif perilaku kita endiri dari sudut pandang orang
lain. Kalau sudah memperoleh kemampuan tersebut berarti seseorang sudah
memiliki apa yang dinamakan ‘self’ (diri). ‘self’ tebentuk dan berkembang
melalui peroses sosialisasi, dengan cara berinteraksi dengan orang lain. Cirri
orang yang sudah memiliki ‘self’ adalah orang yang sudah mampu merefleksikan
atau memberlakukan dirinya sebagai objek dan subjek sekaligus.
B.
Sosialisasi pengalaman sepanjang hidup
Sosialisasi
merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu sebagai makhluk sosial
disepanjang kehidupannya, dari ketika ia melahirkan sampai akhir hayatnya.
Bentuk-bentuk sosialisasi berbeda-beda dari setiap tahap kehidupan individu
dalam siklus kehidupannya. Dari setiap tahap sosialisasi agen sosialisasinya
pun berbeda.
George
Ritzer membagi siklus kehidupan manusia
dalam empat tahap, yaitu tahap kanak-kanak, tahap remaja, tahap dewasa, dan
tahap orangtua.
1.
Masa kanak-kanak
Proses
sosialisasi pada tahap ini dapat digambarkan melalui kerangka A-G-I-L yang
diperkenalkan oleh Talcott Parsons dalam menganalisis tindakan-tindakan sosial.
Fase-fase seperti adaption, god attainment, integration dan latent pattern
maintenance tidak ada batasan yang jelas karena merupakan suatu peroses yang
terjadi secara sinambung. Fase-fase tersebut dalam dalam proses sosialisasi
sebagai berikut
·
Fase laten
·
Fase adaptasi
·
Fase pencapaian tujuan
·
Fase integrasi
2.
Masa Remaja
Masa
remaja merupakan masa transmisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
Remaja dalam gambaran yang umum merupakan suatu periode yang dimulai dengan
perkembangan masa pubertas dan menyelesaikan pendidikan untuk tingkat menengah.
Perubahan biologis yang membawanya pada usia belasan seringkali mempengaruhi
perilaku masa remaja. Masa remaja merupakan masa masa yang membedakan antara
jenjang anak-anak disatu sisi dan jenjang orang dewasa di sisi lain. Masa
remaja merupakan hasil sosial.
Agen
sosialisasi berubah ketika seseorang menginjak masa remaja, dimana sosialisasi
yang dilakukan oleh peer group menjadi sangat bahkan lebih penting.
3.
Masa Dewasa
Ada
tiga hal yang diharapkan oleh orang dewasa, yakni bekerja, menikah dan
mempunyai anak. Untuk ketiga hal ini seseorang juga memerlukan peroses belajar
atau sosialisasi.
4.
Masa Tua Menuju Kematian
Seorang
belajar untuk menjadi lanjut usia seperti seseorang belajar untuk menjadi
remaja. Ketika seseorang mencapai lanjut usia mereka harus belajar bergantung
pada orang lain. Belajar untuk tidak terlalu produktif dan menghabiskann
sebaian besar untuk waktu-waktu santai.
C.
Sosialisasi Peran Menurut Jenis Kelamin
Dalam
setiap masyarakat dan kebudayaan, pasti ada perbedaan peran-peran individu yang
diharapakan oleh masyartakat dari pria dan wanita. Kebudayaann secara biologis
berbeda, karena itu peran-peran yang diharapkan masyarakatpun secara sosiologis
berbeda dan karenanya, sosialisasinya pun berbeda.
Orang
tua dalam membedakan perlakuannya terhadap anak laki-laki dan anak perempuan
dapat dijelaskan melalui 3 teori menurut Maccobe dan Jacklin dalam scanzoni;
-
Teori Imitasi
Mengenai
identifikasi awal seseorang anak terhadap anggota keluarga yang jenis
kelaminnya sama dengannya, dengan menirukan tingkah laku tertentu orang dewasa.
-
Self-Socialization
Dalam
teori ini anak akan berusaha mengembangkan konsep tentang dirinya (laki-laki
atau perempuan), dan juga mengembangkan suatu pengertian tentang apa yang harus
dilakukan bagi jenis kelaminnya yang bersangkutan.
-
Teori Reinforcement
Menekankan
penggunaan sanksi berupa hukuman atau penghargaan. Hal ini akan mendorong anak
bertingkah laku sesuai dengan jenis kelaminnya.
D.
Pengaruh Perbedaan Kelas Sosial Terhadap Sosialisasi Anak Dalam Keluarga
Beberapa pakar sosiologi pun sudah
berusaha membentuk kategori mengenai bentuk atau pola dalam sosialisasi
keluarga. Sosialisasi dengan cara represif berpusat pada orangtua karena anak
haraus memperhatikan keinginan orangtua, sedang pada sosialisasi yang
partisipatori berpusat pada anak, karena orangtua memperhatikan keperluan anak.
Berdasarkan
konsep Kohn membagi kelas sosial dalam empat golongan:
·
Lower-class
·
Working-class
·
Middle-class
·
Elite-class
Namun
Khon dalam penelitiannya hanya membandingkan kondisi yang ada pada dua kelas
sosial, yaitu working-class (kelas pekerja) dan middle-class (kelas menengah).
Ada juga pola sosialisasi yang digunakan oleh orang tua dalam menanamkan
disiplin pada anak-anaknya yang dikembangkan oleh Elizabeth B. Hurlock.
Otoriter, Demokratis, Permisif.
Ada
sebagian orangtua lebih menyukai atau lebih sering menggunakan pola tertentu,
yang dalam penggunaanya dipengaruhi oleh sejumlah faktor
1.
Menyamakan diri dengan pola sosialisasi
yang dipergunakan oleh orangtua mereka.
2.
Menyamakan pola sosialisasi yang dianggap paling baik oleh masyarakat
disekitarnya.
3.
Usia dari orangtua.orangtua yang masih muda lebih cenderung demokratis
dibandingkan yang sudah lanjut usia.
4.
Kursus-kursus. Orang dewasa yang telah mengikuti kursus utuk persiapan
perkawiana dan pemeliharaan anak.
5.
Jenis kelamin orangtua. Pada umumnya wanita lebih mengerti tentang anak dan
lebih demokratis.
6.
Status sosial ekonomi juga mempengaruhi orang tua dalam menggunakan pola
sosialisasi bagi anak-anaknya.
7.
Konsep peranan orangtua. Orangtua yang tradisional cenderung lebih menggunakan
pola yang otoriter.
8.
jenis kelamin anak. Orangtua juga memberlakuakan anak-anak mereka sesuai dengan
jenis kelaminnya.
9.
Usia anak. Pada umumnya pola yang otoriter sering digunakan pada anak-anak
kecil karena mereka belum mengerti mana yang baik dan buruk.
10.
Kondisi anak. Bagi anak-anak yang agresif lebih baik menggunakan pola
sosialisasi yang otoriter, sedangkan anak yang mudah merasa takut lebih tepat
menggunakan pola demokratis.
Penting
pula diketahui bahwa ketika penanaman nilai-nilai dalam peroses sosialisasi
perlu diperhatikan 4 aspek yang terkait agar tujuan pendidikan tercapai, yakni
peraturan, sanksi berupa hukuman dan penghargaa, juga konsistensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar